KDNY : Berawal Benci, Berakhir Cinta
Oleh : http://swaramuslim.com/ISLAM/more.php?id=5383_0_4_0_M 12 March 2007 - 7:06 pm
Meski awalnya "membenci"
Islam, gadis IOWA yang tinggal di
Connecticut ini pun akhirnya 'jatuh cinta' pada Islam. Ia, akhirnya
melafazkan syahadat.
Sekitar awal September 2006 lalu, kelas Islamic Forum for non
Muslims kedatangan seorang gadis bule bermata biru. Duduk di
salah satu
sudut ruang dengan mata yang tajam, hampir tidak kerkedip dan bahkan
memperlihatkan pandangan yang tajam. Beberapa kali lelucon yang saya
sampaikan dalam kelas itu, tidak juga menjadikannya tersenyum.
Ketika sesi tanya jawab dimulai, sang gadis itu mengangkat
tangan, dan tanpa tersenyum menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang
menjadikan sebagian peserta ternganga, dan bahkan sebagian menyangka
kalau saya akan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
"If Muhammad is a true
prophet, then why he robbed and killed?",
tanyanya dengan suara yang lembut tapi tegas. "Why he forced the Jews
to leave their homes, while they have been settled in Madinah a long
time before Muhammad was born?", lanjutnya.
Sambil tersenyum saya balik bertanya, "Where
did you get this
information? I mean, which book did you read". Dia kemudian
memperlihatkan beberapa buku yang dibawanya, termasuk beberapa
tulisan/artikel yang diambil dari berbagai sumber di internet. Saya
meminta sebagian buku dan artikel tersebut, tapi justru saya tidak
menanggapi pertanyaan-pertanyaannya.
Saya balik bertanya, "Where are you
from and where do you live?".
Ternyata dia adalah gadis IOWA yang sekarang ini tinggal di
Connecticut.
Sambil memperkenalkan diri lebih jauh saya memperhatikan
"kejujuran" dan "inteligensia" gadis tersebut. Walaupun masih belum
bisa memperlihatkan wajah persahabatan, tapi nampaknya dia adalah gadis
apa adanya.
Dia seorang "saintis" yang bekerja di salah satu lembaga
penelitian di New York. Tapi menurutnya lagi, dan sinilah baru nampak
sedikit senyum, "I am an IOWAN girl".
Ketika saya tanya apa maksudnya,
dia menjawab: "a very country girl".
Oleh karena memang situasi tidak memungkin bagi saya untuk
langsung berdebat dengannya perihal pertanyaan-pertanyaan yang
dilemparkan, saya mengusulkan agar pertanyaan-pertanyaannya dikirimkan
ke saya melalui email, untuk selanjuntnya bisa berdiskusi lewat email
dan juga pada pertemuan berikutnya. Kelas sore itupun bubar, tapi
pertanyaan-pertanyaan gadis IOWA ini terus menggelitik benak saya.
Di malam hari, saya buka email sebelum tidur sebagaimana biasa.
Gadis IOWA ini pun memenuhi permintaan saya. Ia memperkenalkan diri
sebagai Amanda. Ia mengirimkan email dengan lampiran 4 halaman penuh
dengan pertanyaan-pertanyaan -khususnya-- mengenai Rasulullah SAW.
Saya sekali lagi tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi
mengajak untuk datang ke kelas Islamic Forum pada Sabtu berikutnya.
Ternyata, mungkin dia sadari sendiri bahwa beberapa peserta Forum
pada Sabtu tadi kurang sreg dengan pertanyaan-pertanyaannya yang
dianggap terlalu "polos dan tajam". Maka dia mengusulkan kalau saya
bisa menyediakan waktu khusus baginya untuk diskusi. Sayapun menerima
usulan itu untuk berdiskusi dengannya setiap Kamis sore setelah jam
kerja di Islamic Center.
Kita pun sepakat bertemu setiap jam 5:30 hingga 7:00 pm. Satu
setengah jam menurut saya cukup untuk berdiskusi dengannnya.
Tanpa diduga, ternyata bulan Ramadhan juga telah tiba. Maka
kedatangannya yang pertama untuk berdialog dengan saya terjadi pada
Kamis ketiga bulan September 2006, di saat kita sedang bersiap-siap
untuk berbuka puasa.
Dia datang, seperti biasa dengan berkerudung seadanya, tapi kali
ini dengan sangat sopan, walau tetap dengan pandangan yang sepertinya
curiga.
Kita memulai diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah
dikirimkan lewat email itu. Ternyata, baru satu masalah yang
didiskusikan, sesekali diselingi sedikit perdebatan yang emosional.
Adzan buka puasa telah dikumandangkan. Maka dengan sopan saya minta
izin Amanda untuk berbuka puasa, tapi tidak lupa menawarkan jika ingin
bergabung dengan saya. Ternyata, Amanda senang untuk ikut makan sore
(ikut buka) dan nampak menikmati hidangan itu.
Setelah berbuka puasa, karena harus mengisi ceramah, saya
sampaikan ke Amanda bahwa diskusi kita akan dilanjutkan Kamis
selanjutnya. Tapi jika masih berkenan hadir, saya mempesilahkan datang
ke Forum hari Sabtu. Dia berjanji untuk datang.
Sabtu berikutnya, dia datang dengan wajah yang lebih ramah. Duduk
nampak lebih tenang, tapi seolah masih berat untuk tersenyum. Padahal,
diskusi saya itu terkadang penuh dengan candaan. Maklumlah, selain
memang dimaksudkan untuk tidak menampilkan Islam dengan penuh "kaku"
saya ingin menyampaikan ke mereka bahwa Muslim itu juga sama dengan
manusia lain, bisa bercanda (yang baik), tersenyum, dan seterusnya.
Amanda nampak serius memperhatikan semua poin-poin yang saya
jelaskan hari itu. Kebetulan kita membahas mengenai penciptaan Hawa
dalam konteks Al-Qur'an. Intinya menjelaskan bagaimana proses
penciptaan Hawa dalam prospektif sejarah, dan juga bagaimana Al-Qur'an
mendudukkan Hawa dalam konteks "gender" yang ramai diperdebatkan saat
ini. Keseriusan Amanda ini hampir menjadikan saya curiga bahwa dia
sedang mencari-cari celah untuk menyampaikan pertanyaan yang menyerang.
Ternyata sangkaan saya itu salah. Kini Amanda sebelum
menyampaikan pertanyaan justeru bertanya dulu, "Is it ok to ask this
question?". Biasanya dengan tegas saya sampaikan, "Nothing is to be
hesitant to ask on any thing or any issue in Islam. You may ask any
issue range from theological issues up to social ones".
Amanda pun menanyakan beberapa pertanyaan mengenai wanita, tapi
kali ini dengan sopan. Hijab, poligami, konsep "kekuasaan" (yang dia
maksudkan adalah qawwamah), dll. Saya hampir tidak percaya, bagaimana
Amanda paham semua itu. Dan terkadang dalam menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan itu disertai bukti-bukti yang didapatkan dari
buku-buku --yang justeru-- ditulis oleh para ulama terdahulu.
Saya berusaha menjawab semua itu dengan argumentasi-argumentasi
"aqliyah", karena memang saya melihat Amanda adalah seseorang yang
sangat rasional. Alhamdulillah, saya tidak tahu, apakah dia memang puas
atau tidak, tapi yang pasti nampak Amanda mengangguk-anggukkan kepala.
Demikian beberapa kali pertemuan. Hingga tibalah hari Idul Fitri.
Amanda ketika itu saya ajak untuk mengikuti "Open House" di rumah
beberapa pejabat RI di kota New York.
Karena dia masih kerja, dia hanya sempat datang ke kediaman Wakil
Dubes RI untuk PBB. Di sanalah, sambil menikmati makanan Indonesia,
Amanda kembali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tajam. "If Islam
respects religious freedom, why Ahmadiyah in Indonesia is banned? Why
Lia Aminuddin is arrested?".
Saya justeru terkejut dengan informasi yang Amanda sampaikan.
Saya pribadi tidak banyak membaca hal ini, dan tidak terlalu
mempedulikan. Maka saya jelaskan, dalam semua Negara tentu ada
peraturan-peraturan yang perlu dipatuhi. Ahmadiyah dan Lia Aminuddian,
jelas saya, bukan mendirikan agama baru tapi mendistorsi agama Islam.
Oleh karena mereka merusak agama yang diyakini oleh masyarakat Muslim
banyak, pemerintah perlu menertibkan ini. Kelihatannya penjelasan saya
kurang memuaskan, tapi diskusi kekudian berubah haluan kepada makanan
dan tradisi halal bihalal.
Singkat cerita, beberapa Minggu kemudian Amanda mengirimkan email
dengan bunyi sebagai berikut, "I
think I start having my faith in
Islam". Saya hanya mengatakan, "All
is in God's hands and yours. I am
here to assist you to find the truth that you are looking for".
Cuma,
Amanda mengatakan bahwa perjalanannya untuk belajar Islam ini akan
mengambil masa yang panjang.
"When I do some thing, I do
it with a commitment. And I truly
want to know Islam". Saya hanya menjawabnya, "Take you time, Amanda".
Alhamdulillah, setelah mempelajari Islam hampir tujuh bulan, dan
setelah membaca berbagai referensi, termasuk tafsir Fii Zilalil Qur'an
(Inggris version) dan Tafhimul Qur'an (English), dan beberapa buku
hadits, Amanda mulai serius mempelajari Islam.
Minggu lalu, ia mengirimkan email ke saya. Isinya begini, "I have
decided a very big decision..and I think you know what I mean. I am
very scared now. Do you have some words of wisdoms?".
Saya menjawab, "Amanda, you have
searched it, and now you found
it. Why you have to be scared?. You believe in God, and God is there to
take your hands. Be confident in what you believe in".
Tiga hari lalu, Amanda mengirimkan kembali emailnya dan
mengatakan bahwa dia berniat untuk secara formal mengucapkan "syahahat"
pada hari Senin mendatang (tanggal 5 Maret 2007 kemarin). Saya
bertanya, kenapa bukan hari Sabtu atau Ahad agar banyak teman-teman
yang bisa mengikuti? Dia menjawab bahwa beberapa teman dekatnya hanya
punya waktu hari Senin.
Alhamdulillah, disaksikan sekitar 10 teman-teman dekat Amanda
(termasuk non Muslim), persis setelah adzan Magrib saya tuntun ia
melafazkan "Asy-hadu an laa ilaaha illa Allah-wa asyhadu anna
Muhammadan Rasul Allah", diiringi pekik takbir dan tetesan airmata
beberapa temannya yang ikut hadir. Amandapun melakukan shalat pertama
sebagai Muslim sore itu diikuti dengan doa bersama semoga Allah
menguatkan jalannya menuju ridho Ilahi.
Amanda, selamat dan semoga Allah SWT selalu menjagamu dan
menjadikanmu "pejuang" kebenaran! [ hidayatullah]
New York, 6 Maret 2007
Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York.
Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di
www.hidayatullah.com