Keterpeliharaan
Al-Qur'anOleh:
Arifin Mukti
"Supaya Dia mengetahui bahwa
sesungguhnya rasul-rasul itu telah
menyampaikan risalah-2 Tuhannya, sedang
sebenarnya ilmu-Nya meliputi apa yang
ada pada mereka, dan Dia menghitung
segala sesuatu satu persatu." (al-_Jinn
72: 28).
Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan
hitungan-aladad: peredaran bintang,
keseimbangan alam semesta, pembentukan
manusia, atom, kuantum mekanik, dan bahkan
ayat-ayat dalam al-Qur'an sendiri. Mereka
terstruktur dengan hitungan yang sistematis
dan teliti.
Al-Qur'an dalam bahasa Arab berarti
"pembacaan". Al-Quran mungkin kitab
yang paling banyak dibaca di dunia. Perlu
diketahui, sesungguhnya kata Kitab Suci tidak
ada di al-Qur'an. Yang ada adalah sebutan
Kitab Mulia, Kitab Agung, Kitab Pemurah, dan
lainnya. Kitab Suci dikenal karena media,
terpengaruh sebutan kitab suci lainnya.
Kesempurnaan dalam bahasa tidak dapat
ditentang oleh para pujangga. Bahasa dan
makna dipadukan. Irama, keselarasan melodi,
ritmenya menghasilkan sebuah efek hipnotis
yang kuat. Barangkali bagi orang awam,
kandungan al-Qui an sulit dimengerti, karena
ia tidak dimulai secara kronologis ataupun
narasi-narasi sejarah seperti halnya kitab
Yahudi. Ia juga tidak mendasarkan
teologinya dalam cerita-cerita dramatis
sebagaimana epik-epik India. Tidak pula Tuhan
diungkap dalam bentuk manusia sebagaimana
dalam Bibel dan Bhagavad Gita. Ia
berbicara langsung soal
pendidikan-sebagaimana sering dikemukakan
oleh para penulis modern-berbicara mengenai
membaca, mengajar, memahami dan menulis (al-'Alaq
96 : 1-5).
Di dalam al-Qur'an sendiri ada pemakaian kata
"al-Qur'an" dalam arti
bacaan, sebagaimana tersebut dalam ayat
17,18 Surat 75 al-Qiyamah:
"Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur'an
(dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami.
(Karena itu), jika Kami telah membacakannya
maka ikutilah bacaannya."
Kata pertama di dalam al-Quran dan
Islam adalah sebuah perintah yang ditujukan
kepada Nabi, yang secara linguistik
menunjukkan bahwa penyusunan teks al-Qur'an
berada di luar kewenangan Muhammad saw. Gaya
serupa ini tetap dipertahankan di sepanjang
al-Qur'an. Ia berbicara kepada atau tentang
Nabi dan tidak mengizinkan Nabi berbicara
atas kehendaknya sendiri. Al-Qur'an
menggambarkan dirinya sendiri sebagai sebuah
kitab yang "diturunkan" Tuhan
kepada Nabi; ungkapan kata
"diturunkan" atau anzalna dalam
berbagai bentuk digunakan lebih dari 200
kali. Secara intrinsik, ini berarti bahwa
konsep dan isi al-Qur'an benar-benar
diturunkan dari langit. Sebagaimana dalam
beberapa ayat yang lain, Tuhan juga
menurunkan besi, mizan (keadilan,
keseimbangan, harmoni) dan 8 pasang binatang
ternak. Al-Qur'an diturunkan secara bertahap
dalam berbagai peristiwa yang memakan waktu
22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ia dikutip
langsung dari catatan di Lauh Mahfuzh,
yang berarti Kitab Utama atau bermakna
"Pusat Arsip".
Al-Qur'an berpandangan bahwa bacaan tersebut
tersusun rapi, sempurna dan tidak ada yang
ketinggalan. Ia dalam penggambarannya
sangat unik. Nabi pun kadang-kadang dikritik
dan ditegur dalam beberapa peristiwa.
Al-Qur'an juga selalu menyisipkan ayat-ayat
tertentu, seperti "intan yang
berkilauan", dalam pelajaran
metafisisnya. Ia mendesak pembaca agar
menggunakan kemampuan intelektualnya,
mengenali isyarat isyarat ilmiah berupa
"intan yang berkilauan",
tanda-tanda kebesaran Pencipta melalui alam
semesta, sumber Metafisis Tertinggi. Muslim
modern mengatakan ada sekitar 900 ayat yang
memuat tanda-tanda ini, dari total 6.236
ayat. Hanya 100 ayat yang berbicara persoalan
peribadatan, dan puluhan ayat yang membahas
masalah-masalah pribadi, hukum perdata, hukum
pidana, peradilan dan kesaksian. Al-Qur'an
berbeda cara penyajiannya, bisa saja
membahas masalah keimanan, moral, ritual,
hukum, sejarah, alam, antisipasi masa
mendatang, secara sekaligus dalam satu surat.
Ini memberikan daya persuasi yang lebih
besar, karena semua berlandaskan keimanan
kepada Tuhan Yang Esa dan Hari Akhir. Jumlah
surat dalam al-Qur'an ada 114, nama-nama tiap
surat, batas-batas tiap surat dan susunan
ayat-ayatnya merupakan ketentuan yang
ditetapkan dan diajarkan oleh Nabi sendiri.
Sejarah
Ringkas Pemeliharaan al-Qur'an
Pada awal Islam, bangsa Arab adalah bangsa
yang buta huruf, hanya sedikit yang pandai
menulis dan membaca. Bahkan beberapa di
antaranya merasa aib bila diketahui pandai
menulis. Karena, orang yang terpandang pada
saat itu adalah orang yang sanggup menghafal,
bersyair, dan berpidato. Waktu itu belum ada
"kitab". Kalaupun ada hanyalah
sepotong batu yang licin dan tipis, kulit
binatang, atau pelepah korma yang ditulis.
Termasuk kutub, jamak kitab, yang dikirim
oleh Nabi kepada raja-raja di sekitar Arab,
sebagai seruan untuk masuk Islam.
Setiap kali turun ayat, Nabi menginstruksikan
kepada para sahabat untuk menghafalnya dan
menuliskannya di atas batu, kulit binatang
dan pelepah korma. Hanya ayat-ayat al-Qur'an
yang boleh ditulis. Selain ayat-ayat al-Qur'
an, bahkan termasuk Hadis dan ajaran-ajaran
Nabi yang didengar oleh para sahabat, di
larang untuk dituliskan, agar antara isi
al-Qur'an dengan yang lainnya tidak
tercampur.
Setiap tahun, malaikat Jibril, utusan Tuhan
mengulang (repetisi) membaca ayat-ayat
al-Qur'an yang telah diturunkan sebelumnya di
hadapan Nabi. Pada tahun Muhammad saw wafat,
yaitu tahun 632 M, ayat-ayat al-Qur' an
dibacakan dua kali dalam setahun. Ini menarik
sekali, karena seolah-olah akhir tugas dan
kehidupan Nabi di dunia ini telah
diantisipasi akan selesai.
Pada masa khalifah pertama, Abu Bakar, banyak
terjadi peperangan melawan orang-orang yang
murtad dan para nabi palsu. Di antara mereka
yang gugur dalam peperangan banyak penghafal
ayat-ayat al-Qur'an. Umar bin Khaththab
mengusulkan untuk mengumpulkan para
penghafal al-Qur'an, disuruh membacakan
al-Quran, menjadikan satu, meneliti dan
menulis ulang. Kumpulan itu yang ditulis oleh
Zaid bin Tsabit, suhuf, berupa
lembaran-lembaran yang diikat menjadi satu,
disusun berdasarkan urutan ayat dan surat
seperti yang telah ditetapkan oleh Nabi
sebelum wafat. Sedangkan pada masa Utsman bin
Affan, tentara Muslim telah sampai ke
Armenia, Azerbaijan di sebelah Timur dan
Tripoli di sebelah barat. Kaum Muslim
terpencar di seluruh pelosok negeri, ada yang
tinggal di Mesir, Syria, Irak, Persia dan
Afrika. Naskah beredar di manamana, tetapi
urutan surat dan cara membacanya beragam,
sesuai dialek di mana mereka tinggal. Hal
ini menjadikan pertikaian antarkaum Muslim
sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintahan
Utsman. Maka kemudian Utsman membentuk
panitia untuk membukukan ayat-ayat al-Qur'an
dengan merujuk pada dialek suku Quraisy,
sebab ayat al-Qur'an diturunkan dengan
dialek mereka, sesuai dengan suku Muhammad
saw. Buku tersebut diberi nama al-Mushaf,
ditulis lima kopi dan dikirimkan ke empat
tempat: Mekkah, Syria, Bashrah, dan Kufah.
Satu kopi disimpan di Medinah sebagai arsip
dan disebut Mushaf al-Imam.
Walaupun telah disatukan dan diseragamkan,
namun tetap cukup banyak al-Qur'an di Afrika
dengan dialek berbeda, termasuk jumlah ayat
yang "berbeda" karena perbedaan
membaca dalam pergantian nafas (6.666
ayat), tetapi isinya tetap sama. Awalnya,
pada zaman Nabi, al-Qur'an memakai dialek
Quraisy, tetapi kemudian berkembang menjadi
tujuh dialek non-Quraisy. Pada mulanya, ini
dimaksudkan agar suku-suku lain lebih
mengerti. Ada juga aliran tersendiri
(kelompok kecil, pimpinan Dr. Rashad
Khalifa, kelahiran Mesir, seorang ahli
biokimia dan matematika, yang mempromosikan
jumlah ayat 6.234, berbeda 2 ayat dengan
naskah Ustman, 6.236 ayat. Sedangkan
mayoritas Muslim, baik Sunni maupun Syi ah
tetap berpegang teguh pada naskah awal yang
dikumpulkan semasa Khalifah Ustman, yaitu
dialek Quraisy, hingga kini. Perbedaan kecil
ini, menjadi sasaran kritik para Orientalis,
bahwa al-Qur an tidak asli lagi, karena
telah ada campur tangan manusia dalam
transmisinya. Walaupun demikian, sebagian di
antara mereka, seperti Gibb, Kenneth Cragg,
John Burton, dan Schwally dalam bukunya Mohammedanism,
The Collection of the Quran , The Mind
of the Qu'ran, dan Geschichte des Qorans,
mengakui bahwa "sejauh pengetahuan kita,
kita bisa yakin bahwa teks wahyu telah
ditransmisikan sebagaimana apa yang telah
diberikan kepada Nabi".
Mushaf
Utsmani Disimpan di Mana?
Banyak pertanyaan, di mana copy yang
diberikan oleh Khalifah Utsman disimpan?
Apakah masih ada? Menurut penjelasan The
Institute of Islamic Information and
Education of America, naskah tadi disimpan di
Museum Tashkent di Uzbekistan, Asia Tengah.
Sedangkan hasil copy fax ada di
Perpustakaan Universitas Columbia di
Amerika Serikat. Keterangan lebih lanjut
menjelaskan bahwa copy tersebut sama dengan
apa yang dimiliki pada zaman Nabi. Duplikat
copy yang dikirimkan ke Syria pada masa
Utsman juga masih ada di Topkapi Museum
Istambul, duplikat ini dibuat sebelum terjadi
kebakaran pada tahun 1892 yang menghancurkan
mesjid Jami, di mana mushaf tersebut berada.
Naskah yang lebih tua bisa ditemukan di Dar
al-Kutub, Kesultanan Mesir. Sangat menarik,
terdapat naskah yang disimpan di Perpustakaan
Kongres di Washington, Chester Beatty
Museum di Dublin (Irlandia) dan Museum di
London-isinya tidak berbeda dengan apa yang
terdapat di Mesir, Uzbekistan dan Syria.
Sebelumnya juga terdapat 42.000 koleksi
naskah kuno disimpan Institute for
Koranforshung, University of Munich di
Jerman. Namun, ketika Perang Dunia II,
koleksi ini hancur karena dibom. Sejauh ini,
berkat upaya para sahabat Nabi dan atas
pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, isi
al-Qur'an, sejak zaman Nabi hingga sekarang
tetap sama. Namun demikian, pertanyaan
lainnya muncul. Jika ini semua otentik sesuai
dengan aslinya, bagaimana kita yakin bahwa
al-Qur'an berasal dari "Sumber Metafisis
Tertinggi"? Sebagian besar kaum Muslim
sangat yakin bahwa al-Qur'an adalah asli dari
Tuhan, karena al-Qur'an sendiri yang
mengatakan demikian; misalnya saja, Surat
an-Nisa' (4:82); al-An'am (6:19); (6:92);
an-Naml (27:6); al-Jatsiyah (45:2). Sebagian
Muslim lainnya baru percaya setelah membaca
dan memahami isinya dengan baik, berpikiran
jernih, dan mau membuka hati dengan hal-hal
yang baru. Tetapi dapat dipahami pula, karena
"sumbernya dari dalam", bagi orang
luar yang skeptis, pendapat apa saja
dimungkinkan. Oleh karena itu, bagi orang
luar, bukan kalangan Muslim atau siapa saja,
pilihannya adalah salah satu dari lima
kemungkinan yang "mengarang
al-Qur'an".
Pertama, Nabi Muhammad saw.
Kedua, para pujangga-ilmuwan Arab
dan kumpulan cerita dari berbagai sumber.
Ketiga, merupakan jiplakan dari
kitab suci Injil dan Taurat.
Keempat, buatan makhluk asing.
Dan kelima, dari Tuhan.
Al-Qur' an berpandangan bahwa tidak ada
paksaan dalam beragama. Ia mengatakan bahwa
percaya atau tidaknya seseorang terhadap isi
al-Qur'an, semata-mata karena hidayah Allah.
Hidayah diberikan bagi yang mau berpikir
jernih dan berprasangka baik.
Sebagian Muslim makin percaya karena
faktor-faktor eksternal, bukan hanya karena
pernyataan al-Qur'an saja. Mereka berpikir
begini.
Pertama, Muhammad saw terkenal
karena kujujurannya, dapat dipercaya, dan
bukan orang yang pandai membaca dan menulis.
Di lain pihak, gaya bahasa al-Qur'an sangat
berlainan dengan gaya bahasa Nabi ketika
bertutur. Al-Qur'an selalu memakai gaya yang
unik, dimulai dengan "Katakanlah",
"ingatkah", "Tuhan
berkata", "Mereka bertanya",
dan sebagainya.
Kedua, ada puluhan surat dan ayat
yang dimulai dengan huruf-huruf Arab, yang
pada awalnya tidak diketahui maknanya. Huruf
sisipan atau fawatih. Huruf-huruf ini tidak
ada perlunya jika "makhluk biasa"
yang membuat, karena tidak dimengerti oleh
pembacanya hingga berabad-abad lamanya,
membuat bingung.
Ketiga, sesuatu yang menarik
lainnya, bahwa nama Muhammad hanya empat kali
disebut dalam alQur an. Nama Adam as dan
Isa as jauh lebih banyak disebut. Mereka
disebut oleh al-Qur'an masing-masing 25 kali.
Bahkan nama Musa as paling banyak disebut.
Keempat, cerita atau ungkapan
sejarah serupa dengan cerita dalam kitab suci
lainnya, namun sangat berbeda dalam detail
dan maknanya. Beberapa kisah masa lalu,
bahkan tidak ditemukan dalam kitab Yahudi
atau Bibel. Seperti kisah bangsa Tsamud, Ad,
kota Iram, dialog antara Nuh as dengan
puteranya sebelum banjir terjadi, dan
"percakapan semut yang didengar Sulaiman
as".
Kelima, seruan al-Qur'an bukan saja
ditujukan kepada semua manusia (di bumi dan
langit--planet dan alam lainnya), tetapi juga
golongan jin (beserta seluruh rasnya, seperti
setan, iblis, ifrit, dan makhluk asing yang
belum diketahui manusia). Ayat-ayat ini tidak
ada perlunya bila "makhluk biasa"
yang membuat, apa manfaatnya?
Keenam, rincian tentang malaikat,
jin, penciptaan (banyak) alam semesta dan
(banyak) bumi, fenomena ilmiah, di mana
pengetahuan manusia belum atau baru saja
mengetahui.
Ketujuh, struktur kodetifikasi yang
ditemukan dalam al-Qur'an, di mana ia
mengatakan untuk menambah keimanan bagi orang
yang beriman dan membuat tidak ragu bagi
pembaca Kitab ini (al-Muddatstsir
74 : 30).
Beberapa faktor eksternal tersebut
menyebabkan sebagian kaum Muslim makin
percaya bahwa al-Qur'an kecil sekali
kemungkinannya dibuat oleh makhluk biasa,
baik manusia maupun jin. Kita juga harus
ingat, kaum Muslim lainnya, yang bukan Islam
karena "dilahirkan" - Islam karena
"pindah agama atau mendapatkan
agama", mereka mempunyai alasan yang
Iebih spesifik.
Mushaf Utsmani adalah satu-satunya kitab, di
mana enkripsi dan kodetifikasi bilangan prima
ditemukan secara terstruktur, komprehensif,
mulai dari yang paling sederhana hingga yang
rumit.