Metode Tafsir dalam Islam
Oleh: Nadirsyah Hosen
Secara umum ada dua metode tafsir dalam Islam.
Pertama, tafsir bir riwayah dan kedua tafsir bir
ra'yi. Kita akan bahas satu persatu.
1. Tafsir bir riwayah
Maksudnya adalah tafsir yang dalam memahami kandungan
ayat al-Qur'an lebih menitikberatkan pada ayat
al-Qur'an dan riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode
ini penuh dengan riwayat hadis dan jarang sekali
pengarang tafsir tsb menaruh pemikirannya. Tafsir
at-Thabari misalnya dianggap mewakili corak
penafsiran model ini.
Yang paling baik dari tafsir jenis ini adalah
mufassir yang menggunakan ayat qur'an untuk
menafsirkan ayat Qur'an yang lain. Atau dalam
ungkapan bahasa arab disebut "Al-Qur'an
yufassiruhu ba'dhuhu ba'dhan" (al-Qur'an itu
menafsirkan sebagian ayatnya dengan sebagian ayat
yang lain).
Dari model tafsir bir riwayat dikelompokkan lagi dua
macam bentuk penafsirannya:
a. tafsir at-tahlili, artinya mufassir (ahli tafsir)
memulai kitab tafsirnya dari al-Fatihah sampai surat
an-nas. Ia uraikan tafsirnya menurut urutan surat
dalam al-Qur'an. Semua kitab tafsir klasik mengikuti
model ini.
b. Tafsir maudhu'i (tematis), artinya mufassir tidak
memulai dari surat pertama sampai surat ke-114,
melainkan memilih satu tema dalam al-Qur'an untuk
kemudian menghimpun seluruh ayat Qur'an yang
berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian
ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.
Ambil contoh, kita ingin tahu apa makna Islam dalam
al-Qur'an. Maka kita himpun semua ayat yang berisikan
kata Islam (dan segala derivasinya) lalu kita
tafsirkan. Jadi, tafsir model ini bersifat tematis.
Konon metode seperti ini dimulai oleh Muhammad
al-Biqa'i. Dari kalangan Syi'ah yang menganjurkan
metode model ini adalah Muhammad Baqir as-Shadr. Pak
Quraish Shihab adalah ahli tafsir Indonesia yang
pertama kali memperkenalkan metode ini dalam
tulisan-tulisannya di tanah air. Bukunya Wawasan
al-Qur'an berisikan tema-tema penting dalam al-Qur'an
yg dibahas dengan metode maudhu'i ini.
2. Tafsir bir ra'yi.
Dari namanya saja terlihat jelas bahwa tafsir model
ini kebalikan dengan tafsir bir riwayah. Ia lebih
menitikberatkan pada pemahaman akal (ra'yu) dalam
memahami kandungan nash. Tetap saja ia memakai ayat
dan hadis namun porsinya lebih pada akal. Contoh
tafsir model ini adalah Tafsir al-kasysyaf karya
Zamakhsyari dari kalangan Mu'tazilah, tafsir Fakh
ar-Razi, Tafsir al-Manar. de el el
Kalau mau dipilah lagi maka tafsir model ini bisa
dibagi kedalam:
a. tafsir bil 'ilmi (seperti menafsirkan fenemona
alam dengan kemudian merujuk ayat Qur'an)
b. tafsir falsafi (menggunakan pisau filsafat utk
membedah ayat Qur'an)
b. Tafsir sastra. Lebih menekankan aspek sastra dari
ayat al-Qur'an. Model tafsir ini pada masa sekarang
dikembangkan oleh Aisyah Abdurrahman (dia perempuan
lho) atau terkenal dengan nama Bintusy Syathi.
Alhamdulillah karya Bintusy Syathi ini sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Sebagai catatan, untuk kajian modern sekarang,
sesungguhnya penggolongan secara kaku dan ketat
tafsir bir riwayah dan bir ra'yi itu tak lagi
relevan. Seperti tafsir-nya Bintusy Syathi setelah
saya simak ternyata penuh dengan kandungan ayat
Qur'an untuk memahami ayat lain. Begitupula tafsir
al-Manar, pada sebagian ayatnya terlihat keliberalan
penulisnya tapi pada bagian ayat lain justru terlihat
kekakuan penulisnya. Tafsir model maudhu'i (tematis)
juga tak bisa secara kaku dianggap sebagai tafsir bir
riwayah semata.
Lalu yang mana metode tafsir yang terbaik? Kitab
tafsir mana yang paling baik?
Syeikh Abdullah Darraz berkata:"Al-Qur'an itu
bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun
tetap memancarkan cahaya. Kalau saja anda berikan
kesempatan pada rekan anda untuk melihat kandungan
ayat Qur'an boleh jadi ia akan melihat lebih banyak
dari yang anda lihat."
Jadi? Tak usah khawatir mana yang terbaik....Semua
metode tafsir bertujuan menyingkap cahaya al-Qur'an.
Back to Top
|